SAUDARAKU yang berbahagia, hidup ini terkadang tidak selalu indah. Adakalanya kita sering bermimpi yang muluk-muluk. Membayangkan
hidup akan berjalan sebagaimana cerita-cerita fiktif tentang cinta dan keindahan yang sering menghiasi layar kaca di rumah
kita. Kitapun terkadang menempatkan diri seolah-olah kita ini serupa dengan peran yang diperankan oleh artis dalam sinetron
atau film lepas. Akhirnya, model rumah yang kita bangun, cara kita berpakaian, cara kita bergaul, hingga cara bertengkar dan
menangis pun nyaris sama dengan apa yang kita saksikan di layar televisi. Dengan segenap upaya kita berusaha mendesain kehidupan
kita sesuai dengan jalan cerita-cerita fiktif. Tersesat dalam dunia mimpi, yang jauh dari kenyataan. ***
Setelah kita terjebak oleh mimpi-mimpi, maka hidup ini akan menjadi semakin rentan. Mengingat kita selalu mengharapkan
apa-apa yang belum, sulit, atau tidak mungkin kita dapatkan. Kitapun tidak cepat mensyukuri kebaikan-kebaikan yang telah kita
peroleh. Semua itu kita anggap belum dapat mencukupi. Dan selamanya, pasti tak akan pernah cukup. Karena kita hidup dibayangi
oleh angan-angan, selamanya kita tak akan pernah berlatih untuk menerima segala sesuatu sebagai suatu kecukupan.
Ketahuilah, saudara-saudaraku, perbedaan cara mensikapi kesenangan maupun kesulitan pada setiap orang akan berpengaruh
pada perbedaan kondisi hidup mereka. Mari kita amati sisi-sisi baik dari anugerah yang telah Allah karuniakan kepada kita.
Sebetulnya, seburuk-buruknya keadaan, jika senantiasa diterima dengan perasaan lapang, niscaya akan terasa hikmahnya. Sebaliknya,
semegah apa pun keadaan jika tidak disyukuri, maka diri ini tetap tidak akan meresapi nikmat apapun.
Tidak ada seorang pun yang terbebas dari konflik dalam hidup mereka. Kesulitan-kemudahan, kesenangan-kesusahan, kerugian-keberuntungan,
akan silih berganti singgah menghiasi episode hidup setiap insan yang hidup di dunia yang fana ini. Hanyalah ilmu, rasa syukur,
kesabaran, dan ketawakalanlah yang akan membantu diri kita dalam menyelesaikan setiap problema kehidupan yang pelik. Jangan
pernah berburuk sangka kepada Allah atas konflik yang tiba-tiba saja terjadi menimpa diri ini. Dalam susah maupun senang,
kita harus husnuzhan kepada Allah. Bukankah Allah telah berjanji dalam firman-Nya : Dan barangsiapa yang bertawakal kepada
Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)Nya. (QS Ath-Thalaaq 65 : 3). Rasulullah SAW sendiri telah bersabda, bahwasanya
: Dan tiada seseorang diberi karunia yang lebih baik dan luas daripada karunia kesabaran. (H.R. Bukhari Muslim).
***
Mari kita bersyukur atas semua ketentuan Allah terhadap kita. Tetap sabar dan tawakal kepada Allah, di saat diri ditimpa
oleh kesusahan ataupun di saat diri ini dihibur oleh beragam jenis kesenangan. Sikap syukur ini akan sangat berharga untuk
mengundang nikmat-nikmat Allah yang lain. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kami mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.(QS Ibrahim [14]: 7). Begitulah yang tercantum
di dalam firman-Nya yang agung.
Kita harus meluruskan niat dalam hidup ini. Bukankah niat kita hidup bukan untuk apapun, selain untuk beribadah kepada-Nya.
Tujuan hidup kita bukan untuk dipuji atau bermewah-mewah, melainkan untuk meraih ridha-Nya. Daripada bermimpi, hidup dalam
buaian angan-angan, lebih baik kita bertanya pada diri: apakah kita sudah berupaya keras untuk meraih ridha-Nya? Maka bertakwalah.
Terima semua kenyataan hidup dengan ikhlas dan bersyukur. Ingatlah: Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Dia adakan baginya
jalan keluar (dan kesulitan-kesulitannya) dan Dia beri rezeki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS ath-Thalaq[65]:
2-3).
Wallahu a’lam. -
Jangan Salahkan Tuhan
Pada suatu hari seorang bijaksana dan tukang cukur berjalan melalui daerah kumuh disebuah kota. Tukang cukur berkata kepada
si bijak:"Lihat, inilah sebabnya saya tidak dapat percaya ada Tuhan yang penuh kasih. Jika Tuhan itu baik sebagaimana
yang engkau katakan, Ia tidak akan membiarkan semua kemiskinan, penyakit, dan kekumuhan ini. Ia tidak akan membiarkan orang-orang
ini terperangkap ketagihan obat dan semua kebiasaan yang merusak watak. Tidak, saya tidak dapat percaya ada Tuhan yang mengijinkan
semua ini terjadi."
Si Bijak itu diam saja sampai ketika mereka bertemu dengan seseorang yang
benar-benar jorok dan bau. Rambutnya panjang dan janggutnya seperti tak tersentuh pisau cukur cukup lama. Kata si Bijak
itu :"Anda tidak bisa menjadi seorang tukang cukur yang baik kalau anda membiarkan orang seperti dia hidup tanpa rambut
dan janggut yang tak terurus".Merasa tersinggung, tukang cukur itu menjawab: "Mengapa salahkan aku atas keadaan
orang itu? Aku tidak mengubahnya. Ia tidak pernah datang ke tokoku. Saya bisa saja merapikannya dan membuat ia tampak rupawan!"
Sambil melihat dengan tenang kepada tukang cukur itu, si Bijak itu
berkata:"Karena itu, jangan menyalahkan Tuhan karena membiarkan orang hidup dalam kejahatan, karena Ia terus menerus
mengundang mereka untuk datang dan 'dicukur'. Alasan mengapa orang-orang itu menjadi budak kebiasaan jahat adalah karena mereka
menolak Tuhan yang telah menyelamatkan mereka."Tukang cukur itu mengerti maksudnya. Apakah anda juga?
Tulisan : Jamaludin Aziz
MENJAGA AKHLAK KEPADA ALLAH
KH. Abdullah Gymnastiar
Mudah-mudahan Allah SWT yang Maha Mengetahui siapa diri kita
yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yang harus
diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh dan memberikan karunia
semangat yang terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh hawa nafsu.
Dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat
diwariskan kepada keluarga, keturunan dan lingkungan adalah keindahan akhlak
kita. Karena ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh hebatnya
pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi Allah tidak juga diukur oleh
kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar
Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling baik dicintai Allah, yang
paling tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah dan yang akan menemani
Rasulullah SAW teryata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan amal kita, sebanyak
apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau akhlaknya rusak
maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi, tapi
segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah
untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika
menjawab pertanyaan seorang sahabatnya,"Mengapa engkau diutus ke dunia ini
ya Rasul?". Rasul menjawab,"Innamabuitsu liutamimma makarimal akhlak"
"Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".
Sayangnya kalau kita mendengarkan kata akhlak seakan fokus
pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud
akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekadar senyuman dan keramahan.
Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal
yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, termasuk
bagaimana akhlak kita kepada Allah.
Akhlak kita kepada Allah SWT harus dipastikan benar-benar
bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada Allah, hatinya benar-benar putih
seperti putihnya air susu yang tidak pernah tercampuri apapun. Bersih
sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak ada sekutu lain selain Allah.
Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan di alam semesta ini
selain kekuatan Allah SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat munafik.
Bagaimana sifat orang munafik itu? imam Al Ghozali
menuturkan ucapan Imam Hatim Al Ashom tentang seorang ulama shalih ketika
mengupas perbedaan antara orang mukmin dengan orang munafik:
* Seorang mukmin senantiasa disibukkan dengan bertafakur, merenung,
mengambil pelajaran dari aneka kejadian apapun di muka bumi ini, sementara
orang munafik disibukkan dengan ketamakan dan angan-angan kosong terhadap
dunia ini.
* Seorang mukmin berputus asa dari siapa saja dan kepada siapa saja
kecuali hanya kepada Allah, sementara orang munafik mengharap dari siapa
saja kecuali dari mengharap kepada Allah.
* Seorang mukmin merasa aman, tidak gentar, tidak takut oleh ancaman
siapa pun kecuali takut hanya kepada Allah karena dia yakin bahwa apapun
yang mengancam dia adalah genggaman Allah, di lain pihak orang munafik
justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada Allah, naudzubillah yang
tidak dia takuti malah Allah SWT
* Seorang mukmin menawarkan hartanya demi mempertahankan agamanya,
sementara seorang munafik menawarkan agamanya demi mempertahankan hartanya.
* Seorang mukmin menangis karena malunya kepada Allah meskipun dia
berbuat kebajikan, sementara seorang munafik tetap tertawa meskipin dia
berbuat keburukan.
* Seorang mukmin senang berkhalwat dengan menyendiri bermunajat kepada
Allah, sementara seorang munafik senang berkumpul dengan bersukaria
bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada Allah.
* Seorang mukmin ketika menanam merasa takut jikalau merusak,
sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan panen.
* Seorang mukmin memerintahkan dan melarang sebagai siasat dan cara
sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan perintah seorang mukmin adalah
upaya untuk memperbaiki sementara seorang munafik memerintah dan melarang
demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusah, naudzubillah
Ah, Sahabat. Nampak demikian jauh beda akhlak antara seorang
mukmin dengan seorang munafik. Oleh karenanya kita harus benar-benar
berusaha menjauhi perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan diatas. Kita
harus benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang
menandingi kebesaran dan keagungan Allah. Kita harus yakin siapapun yang
punya jabatan di dunia ini hanyalah sekadar makhluk yang hidup sebentar dan
bakal mati. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat dan
jabatan sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati
justru itulah yang akan menghinakan dirinya.
|